Tugas Pengganti UTS — #DDP

Amikatsee
9 min readApr 3, 2022

--

Katarina Bondan (1906293461)

Judul : Efek Desain Kemasan Coklat Kinder Joy pada Perilaku Pembelian Impulsif

Abstrak

Desain kemasan dilihat sebagai aspek yang memegang peranan besar dalam komunikasi pemasaran suatu merek karena memiliki kontrol terhadap keputusan pembelian konsumen setelah kontak visual langsung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui 1) efek desain kemasan coklat Kinder Joy terhadap pembelian impulsif Komunikasi UI angkatan 2019; 2) dimensi desain kemasan apa yang memiliki dampak terbesar terhadap pembelian impulsif; 3) seberapa besar dampak yang diberikan dimensi terhadap pembelian impulsif. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kuantitatif untuk menggambarkan efek dan signifikansi dua variabel tersebut. Data diperoleh dari kuesioner daring dan diisi oleh 102 responden yang dipilih melalui teknik sampel acak sederhana. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa desain kemasan Kinder Joy memiliki efek terhadap pembelian impulsif (39%) dan desain grafis merupakan dimensi yang memiliki dampak terbesar. Maka, saran yang dapat diberikan adalah menciptakan brand image yang kuat dengan identifikasi tampilan, desain grafis, warna, dan typeface dalam kemasan.

Pendahuluan

Pembelian impulsif yang disebabkan oleh gaya hidup yang konsumtif sering dilakukan oleh konsumen saat ini (Anin et al., 2008). Gaya hidup konsumtif ini juga berdampak pada peningkatan kebutuhan dan permintaan produk oleh konsumen. Sebagai negara yang memiliki penduduk terbanyak ke-4 di dunia, jumlah kebutuhan masyarakat Indonesia pun tinggi. Menurut data dari Euromonitor International, hypermarket yang menawarkan pilihan 25 ribu barang bagi konsumen memiliki peminat yang tinggi di Indonesia. Sejak 2015 hingga 2020, jumlah hypermarket meningkat sebanyak 12.7% (Euromonitor, 2021). Hal ini menandakan bahwa konsumen cenderung tertarik dengan penawaran berbagai barang yang bisa mereka lihat di toko, walaupun tidak terdapat cukup waktu bagi mereka untuk memeriksa produk satu per satu. Dengan demikian, persaingan antar produsen untuk menarik perhatian konsumen semakin ketat. Persaingan ini mendorong adanya diferensiasi pasar dan kebutuhan agar suatu produk dapat terlihat menonjol (Klimchuk & Krasovec, 2007). Hal ini membuat perusahaan perlu membuat salah satu strategi komunikasi yang terbukti mampu membuat sebuah produk lebih bermakna bagi konsumen, yaitu branding. Branding sendiri merupakan strategi untuk membentuk dan memelihara keunikan suatu merek yang disesuaikan dengan ketertarikan konsumen (Moriarty et al., 2014).

Banyak konsumen yang tidak mempertimbangkan pembelian mereka dengan hati-hati ketika mereka berdiri di depan rak, dan membeli produk berdasarkan minat mereka (Cahyorini & Rusfian, 2012). Tercatat poin 1: sekitar 21% pembeli di kota-kota besar Indonesia tidak merencanakan terlebih dahulu pembelanjaannya dan melakukan kegiatan berbelanja secara impulsif (Putra et al., 2017). Mengetahui hal ini, menjadi sangat penting bagi merek-merek, khususnya merek produk makanan dengan kompetitor yang berjumlah besar, untuk memberikan sebuah pembeda melalui desain kemasannya, agar konsumen tertarik untuk membeli produk dari merek tertentu (Olga & Natalia, 2006).

Kinder Joy merupakan permen berbentuk telur yang identik dengan hadiah di dalamnya (Kinder, 2021). Sebagai produk coklat yang sering diletakkan di dekat kasir toko retail (Lybeck et al., 2006), dan memiliki bentuk yang cukup unik, Kinder Joy dapat menarik perhatian konsumen dan meningkatkan keinginan mereka untuk melakukan pembelian impulsif (Gopal & George, 2014).

Kinder Joy merupakan sebuah produk dari Kinder yang berada di bawah perusahaan Ferrero. Produk ini adalah coklat dengan kemasan plastik berbentuk telur, di mana separuh telur berisikan dua lapis krim dengan wafer, dan paruh lainnya berisikan hadiah mainan (Kinder, 2021). Kinder Joy menjadi menarik bagi konsumen karena merupakan coklat dengan kemasan berbentuk telur, sehingga hal ini menjadi salah satu poin penting yang dapat menimbulkan rasa keinginan konsumen untuk membelinya (Gopal & George, 2014). Tak hanya itu, Kinder Joy merupakan suatu produk dalam kategori makanan kecil coklat atau permen, yang biasanya ditempatkan di kasir, sehingga ada kemungkinan bagi konsumen yang melihat kemasan Kinder Joy saat membayar dan membeli secara spontan saat sebelum keluar dari toko (Lybeck et al., 2006).

Dalam meluncurkan dan memasarkan sebuah produk, kemasan merupakan hal yang penting. Kemasan sendiri adalah desain kreatif yang mengaitkan bentuk, struktur, material, warna, citra, tipografi, dan elemen-elemen desain dengan informasi produk agar produk dapat dipasarkan. Kemasan digunakan untuk membungkus, melindungi, mengirim, mengeluarkan, menyimpan, mengidentifikasi, dan membedakan sebuah produk di pasar (Klimchuk & Krasovec, 2007). Kemasan merupakan “pemicu” aktivitas pembelian, karena kemasan merupakan unsur yang langsung berhadapan dengan konsumen. Oleh karena itu, kemasan harus dapat mempengaruhi konsumen untuk memberikan respon positif, dalam hal ini membeli produk, karena tujuan akhir dari pengemasan adalah untuk menciptakan penjualan (Wirya, 1999).

Berdasarkan penjelasan mengenai kemasan oleh Klimchuk & Krasovec (2007) dan Wirya (1999), dapat dilihat bahwa kemasan dan desain merupakan dua hal yang saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Desain kemasan merupakan salah satu kunci dalam strategi pemasaran produk karena ia yang menjadi visual yang dipromosikan, dikenali, dan dicari oleh pelanggan (Ambrose & Harris, 2017). Oleh karena itu, selain bisa melindungi produk di dalamnya, penting sekali untuk memperhatikan desain kemasan dengan seksama.

Tinjauan Pustaka

Aspek desain kemasan terdiri dari tiga dimensi, yaitu desain grafis, struktur desain, dan informasi produk (Nilsson & Ostrom, 2005). Tiap aspek ini memiliki fungsinya masing-masing dalam membentuk sebuah desain kemasan yang utuh, lengkap, dan baik. Ketiga aspek ini juga yang menjadi aspek penentu apakah pelanggan tertarik membeli produk yang ditawarkan (Nilsson & Ostrom, 2005).

Di dalam kemasan dan desain kemasan, umumnya akan ada berbagai tulisan dan informasi mengenai produk yang dicantumkan, yang mana informasi produk ini merupakan suatu hal yang esensial dan perlu diperhatikan pada tiap pembuatan kemasan produk karena membantu sebuah merek untuk mengkomunikasikan informasi terkait produknya (Silayoi & Speece, 2007). Informasi produk biasanya dapat ditemukan pada bagian belakang kemasan atau bahkan di dalam kemasan. Dalam pengertiannya, Informasi produk adalah setiap detail atau deskripsi produk yang berhubungan dengan produk tertentu (Lawinsider, 2021). Informasi produk menjadi penting karena memiliki berbagai fungsi seperti sebagai pembawa informasi tentang produksi, aturan penggunaan, komponen, tanggal kesesuaian untuk digunakan, atau beberapa informasi komersial yang bertujuan untuk mendorong konsumen untuk membeli produk dari produsen atau merek tertentu (Cyrek, 2015). Selain itu, salah satu fungsi pengemasan yang paling penting adalah fungsi komunikasi, yang melibatkan mentransfer informasi spesifik tentang produk tertentu dan produsennya kepada calon pembeli untuk mendorong mereka untuk membeli produk tersebut (Wyrwa & Barska, 2017).

Secara keseluruhan, Wyrwa & Barska (2017) menjelaskan bahwa informasi produk dalam kemasan terdiri atas dua karakteristik, yaitu semantik dan non-semantik. Karakteristik informasi semantik adalah informasi dengan mencakup kehadiran dan keterbacaan informasi penting dari sudut pandang konsumen, keterbacaan informasi dasar seperti nama produk atau tujuannya, serta adanya peringatan terhadap penggunaan produk yang tidak aman (Wyrwa & Barska, 2017). Sedangkan karakteristik informasi non-semantik meliputi penggunaan warna yang sesuai dan kontras untuk memudahkan pembacaan informasi, kemampuan menyarankan tujuan produk melalui lapisan visual kemasan, serta penggunaan warna peringatan untuk barang berbahaya (Wyrwa & Barska, 2017).

Kemasan dengan desain serta informasi produk yang dibuat dengan menarik pada akhirnya dapat menjadi penyebab bagi seseorang untuk melakukan pembelian (Cahyorini & Rusfian, 2012). Bahkan, terkadang pembelian ini dilakukan secara tidak terencana atau yang disebut sebagai pembelian impulsif. Beatty & Ferrell (1998), mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian mendadak dan segera tanpa niat yang dilakukan sebelum belanja, baik untuk membeli kategori produk tertentu atau untuk memenuhi tugas pembelian tertentu. Selain itu, pembelian impulsif juga didefinisikan sebagai momen ketika seorang konsumen mengalami dorongan yang tiba-tiba, seringkali kuat, dan terus-menerus untuk membeli sesuatu dengan segera (Rook, 1987). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif adalah momen dalam diri konsumen yang terjadi secara tiba tiba untuk pembelian mendadak dengan segera.

Menurut Baumeister (2002), konsumen yang melakukan pembelian impulsif cenderung memutuskan untuk membeli tanpa mempertimbangkan secara hati-hati dan adil tujuan jangka panjang. Hal ini termasuk dalam aspek rencana, penghematan uang, atau cita-cita. Konsumen yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif mungkin mengalami kesulitan dalam mencegah perilaku mereka, dan oleh karena itu mungkin sering dan konsisten membeli secara impulsif (Park & Lennon, 2006). Perilaku pembelian impulsif ini seringkali terjadi karena adanya reaksi impulsif yang dialami seseorang, di mana reaksi impulsif sendiri adalah kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, mendadak, segera dan cenderung terjadi secara tiba-tiba (Peck & Childers, 2006). Perilaku pembelian impulsif cenderung untuk muncul dikarenakan stimulus lingkungan (Park & Lennon, 2006).

Hal lainnya selain kemasan yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang adalah bagaimana cara perusahaan memasarkan produk mereka kepada calon pelanggan. Hal ini didukung juga oleh Applebaum (1951) yang menetapkan bahwa pembelian impulsif adalah hasil dari insentif pemasaran. Salah satu bentuk pemasaran yang seringkali ditemukan dalam aktivitas perusahaan adalah komunikasi pemasaran atau marketing communication. Menurut Tjiptono (2008), komunikasi pemasaran merupakan aktivitas yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan. Di sisi lain, Kotler & Armstrong (2008) menyatakan bahwa komunikasi pemasaran adalah paduan spesifik iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal, dan sarana pemasaran langsung yang digunakan perusahaan untuk mengkomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif dan membangun hubungan pelanggan.

Komunikasi pemasaran sendiri memiliki peran penting dalam keberhasilan sebuah perusahaan. Komunikasi pemasaran menjadi sarana pemasaran produk yang ingin dijual dilakukan. Keberadaan dari komunikasi pemasaran mewakili “suara” dari perusahaan dan merek perusahaan serta sarana yang dapat membangun dialog dan juga membangun hubungan dengan konsumen (Kotler & Keller, 2009).

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Cahyorini & Rusfian (2012), desain kemasan dari coklat Monggo 40gr memiliki pengaruh terhadap pembelian impulsif di Jakarta Selatan. Penelitian ini juga menyatakan bahwa hubungan antara variabel desain kemasan dan pembelian impulsif adalah positif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa poin 2:desain kemasan mempengaruhi pembelian impulsif pada tingkat 38% dan dimensi desain kemasan yang menghasilkan pembelian impulsif adalah desain grafis (Cahyorini & Rusfian, 2012).

Dari pemaparan yang berbasis pada pernyataan oleh ahli dan peneliti-peneliti sebelumnya seperti Ambrose & Harris (2017), Nilsson & Ostrom (2005), Cahyorini & Rusfian (2012), tentang desain kemasan, dapat dilihat bahwa kemasan pada suatu produk dinilai sebagai salah satu aspek yang dapat mempengaruhi pembeli dan meningkatkan penjualan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian Efek Desain Kemasan pada Perilaku Pembelian Impulsif Coklat Kinder Joy ini adalah untuk mengetahui efek dari desain kemasan Kinder Joy terhadap pembelian impulsif bagi mahasiswa aktif Komunikasi UI angkatan 2019 dan mengetahui dimensi apa saja dari desain kemasan Kinder Joy yang dapat berdampak terhadap pembelian impulsif.

REFERENSI

Ambrose, G., & Harris, P. (2017). Packaging the brand: the relationship between packaging design and brand identity. Bloomsbury Publishing.

Anin, A., Rasimin, B. S., & Atamimi, N. (2008). Hubungan Self Monitoring dengan Impulsive Buying Terhadap Produk Fashion pada Remaja. Jurnal Psikologi, 35(2), 181–193. https://doi/org/10.22146/jpsi.7951

Applebaum, W. (1951). Studying customer behavior in retail stores. Journal of Marketing, 16(2), 172–178. https://doi.org/10.1177/002224295101600204

Baumeister, R. F. (2002). Yielding to temptation: Self-control failure, impulsive purchasing, and consumer behavior. Journal of consumer research, 28(4), 670–676. https://doi.org/10.1086/338209

Beatty, S. E., & Ferrell, M. E. (1998). Impulse buying: Modeling its precursors. Journal of Retailing, 74(2), 169–191. https://doi.org/10.1016/S0022-4359(99)80092-X

Cahyorini, A., & Rusfian, E. Z. (2012). The effect of packaging design on impulsive buying. Bisnis & Birokrasi: Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 18(1). https://doi/org/10.20476/jbb.v18i1.970

Cyrek, P. (2015). Packaging As a Source of Information about Food Products. Marketing and Management, (39), 9–21. https://doi.org/10.18276/pzfm.2015.39-01

Euromonitor International. (2021). Jumlah Gerai Hypermarket di Indonesia Meningkat 12,7 Persen dalam Lima Tahun. Diakses pada 1 Desember 2021 melalui https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/23/jumlah-gerai-hypermarket-di-indonesia-meningkat-127-persen-dalam-lima-tahun

Gopal, R. K., & George, M. (2014). Packaging, a visual art: An analysis on packaging for FMCG goods. Asia Pacific Journal of Research, Vol: I Issue XVI. Corpus ID: 110324759

Kinder. (2021). Kinder Joy — Kinder USA. Kinder.com. Diakses pada 8 Desember 2021 melalui https://www.kinder.com/us/en/kinder-joy

Klimchuk, M. R., & Krasovec, S. A. (2007). Desain Kemasan: Perencanaan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan (Bob Sabran, Penerjemah.). Jakarta: Erlangga.

Kotler, P., & Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip pemasaran (Vol. 12, №01).

Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi 13. Yogyakarta: Erlangga.

Lawinsider. (2021). Product Information Definition. (2021). Lawinsider.com. Diakses pada 8 Desember melalui https://www.lawinsider.com/dictionary/product-information

Lybeck, A., Holmlund-Rytkönen, M., & Sääksjärvi, M. (2006). Store brands vs. manufacturer brands: consumer perceptions and buying of chocolate bars in Finland. Int. Rev. of Retail, Distribution and Consumer Research, 16(4), 471–492. https://doi.org/10.1080/09593960600844343

Moriarty, S., Mitchell, N. D., Wells, W. D., Crawford, R., Brennan, L., & Spence-Stone, R. (2014). Advertising: Principles and practice. Pearson Australia.

Nilsson, J., & Ostrom, T. (2005). Packaging as a Brand Communication Vehicle. Thesis of Lulea University of Technology.

Olga, A., & Natalia, V. (2006). Consumer perceptions of product packaging. Journal of Consumer Marketing, 23(2), 100–112. https://doi.org/10.1108/07363760610655032

Park, J., & Lennon, S. J. (2006). Psychological and environmental antecedents of impulse buying tendency in the multichannel shopping context. Journal of Consumer Marketing. Vol. 23 №2, pp.56–66. https://doi.org/10.1108/07363760610654998

Peck, J., & Childers, T. L. (2006). If I touch it I have to have it: Individual and environmental influences on impulse purchasing. Journal of business research, 59(6), 765–769. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2006.01.014

Putra, A. H. P. K., Said, S., & Hasan, S. (2017). Pengaruh karakteristik toko dan produk bagi konsumen di Indonesia terhadap pembelian impulsif. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(2), 8–19. https://doi.org/10.26905/jmdk.v5i2.1640

Rook, D. W. (1987). The buying impulse. Journal of consumer research, 14(2), 189–199. https://doi.org/10.1086/209105

Silayoi, P., & Speece, M. (2007). The importance of packaging attributes: a conjoint analysis approach. European Journal of Marketing, Vol. 41 №11/12, pp. 1495–1517. https://doi.org/10.1108/03090560710821279

Tjiptono, F. (2008). Strategi Pemasaran, Edisi III. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Wirya, I. (1999). Kemasan yang Menjual. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wyrwa, J., & Barska, A. (2017). Packaging as a source of information about food products. Procedia Engineering, 182, 770–779. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2017.03.199

--

--